catatan perjalanan putri

Woman Rider, Sang Penikmat Kecepatan


"Penikmat kecepatan itu berbeda dengan penikmat perjalanan." Quote itu putri dapatkan dari sebuah status seorang kawan di media sosial dan putri langsung klik sekali. Kenapa? Karena putri suka sekali berkhayal putri adalah penunggang kuda super cepat. Berhubung tidak mungkin di masa millenium ini berkendara kuda kesana kemari (nanti yang ada malah disangka sedang syuting Saur Sepuh ), maka jadilah “tunggangan kuda besi” sajalah. Dengan kecepatan tinggi-lah, putri bisa menikmati perjalanan. Pun juga masih bisa menikmati perjalanan karena bisa mengontrol tunggangan dengan kecepatan sedang. Tapi bagi penikmat perjalanan yang rata-rata berjalan pelan, hanya tahu menikmati perjalanan tanpa berani melaju seperti angin dan bisa menemukan sensasi menunggang kuda besi dengan kecepatan tinggi.

Putri mahir menunggang kuda besi sejak lulus SD kalau tidak salah. Orang yang berjasa mengajari putri waktu itu bukan ayah ataupun ibu melainkan bulik (tante) paling ragil (bungsu) dari pihak ibu. Kala itu, ketika latihan dan sudah berani mencoba pergi sendiri agak jauh dari rumah, pernah juga punya pengalaman menabrak buk (tempat duduk dari semen yang ada di samping kanan kiri gang masuk desa). Waaah, malu bukan main. Untung tidak begitu ramai saat itu. Tapi perihnya bukan main karena lecet-lecet. Pernah juga ada pengalaman mendapat tato alias luka yang melepuh dari “ekor” (knalpot) si kuda besi ini.
Dan tragedi yang paling parah adalah ketika masih duduk di bangku SMA. Ketika SMA putri tinggal bersama bulik kedua (atau kalau diberi judul sebuah kisah, sebutlah “Tiga tahun bersama Tante Garang”). Di kelas 2 SMA (kelas XI), putri akhirnya mendapatkan “surat sakti” (Surat Ijin Mengemudi atau SIM). Om-lah yang berjasa memberikan kemudahan itu karena beliau sempat bekerja di bagian dinas kependudukan.
 Nah, ceritanya, sebelum mempunyai SIM, putri sudah dipercaya boleh membawa “kabur” kuda besi milik bulik. Sore itu, niat awal ingin kerumah teman. Melewati gang-gang perumahan, menyusuri jalan kampung dekat rel dan menyeberang jalan raya. Di bagian menyeberang jalan raya inilah tragedi itu terjadi. Putri masih ingat, memang ketika putri menyeberang tidak di persimpangan yang seharusnya. Di depan putri juga ada bapak-apak yang akan menyeberang, beliau sudah duluan, dan kelihatannya sudah aman-aman saja. Saat putri akan menyusul beliau (supaya ada temannya ketika menyeberang), tiba-tiba dari arah kanan meluncurlah motor matic dengan kecepatan sedang. Lalu, braaaakkkk, terjadilah kecelakaan kecil itu. Berita baiknya yang melegakan adalah putri hanya lecet-lecet sedikit dengan agak trauma dengan kejadian yang begitu spontan itu. Tapi kabar buruknya, si pengendara matic tadi tidak terima, bahkan hampir melaporkan putri ke polisi karena yang lecet-lecet selain dirinya juga motornya. Bersyukur lagi, om juga adik perempuan om datang lalu bisa mendinginkan suasana dan melerai kami di TKP, dan endingnya putri yang kena damprat “Tante Garang” karena membawa motor sembarangan, tidak memakai helm, tidak menyeberang di jalur yang benar, belum punya SIM, dan sederet dampratan lainnya.  Hahahaha, itulah pengalaman putri dengan si kuda besi pada waktu masih amatiran menunggangnya dan saat belum mendapat surat sakti.
Kembali ke topik awal yang berhubungan dengan quote tadi, putri paling suka sekali mengendarai motor dengan memacu kecepatan tinggi. Tentunya dengan memperhatikan rambu-rambu yang ada meskipun tak jarang pula ada melakukan pelanggaran kecil seperti berjalan dengan kecepatan normal, menyeberang tidak pada jalur yang ditentukan, mengebut ketika lampu lalulintas sudah berwarna oranye, mendahului dari samping kiri.  Hahahaha. Ternyata lumayan banyak juga pelanggaran yang putri lakukan.



Ketika di jalanan, bagaikan ratu jalanan. Bagaikan pembalap motoGP. Jika melewati jalan yang lurus dan halus, wuiiiiiih, rasanyaaa mantaap sekali, paling tidak berjalan minimal 80km/jam. Hahaha. Tak hanya itu, membalap akan lebih terasa tantangannya jika ada pesaing lainnya. Tapi, itu tergantung dari kuda besi apa yang digunakan dalam “pacuan” (jalan raya). Hahaha. Kalau kudanya bagus, wah, sudah bisa dipastikan tak rela rasanya mengalah jika memacu lebih pelan dibanding penunggang lainnya. Tak peduli dia perempuan atau laki-laki sekalipun. Dan bila putri yang menang rasanya selangit senangnya. Bangga. Yah, memang sih bagi sebagian orang terdekat putri sering melarang putri seperti itu. Berbahaya. Itulah kesenangan fana semasa muda. Mungkin hal ini tak akan bisa putri lakukan lagi di kemudian hari karena suatu hal. Tak apalah, asal tetap berdo’a sebelum pergi, berhati-hati di jalan, mengenakan perlengkapan safety rider, dan mematuhi (sebagian besar) rambu-rambu, Insya Allah, ratu jalanan tetap menjadi impian putri selama putri bisa. Tak lupa, kuda besi yang menawan juga menjadi impian putri saat ini.smiley





2 komentar:

  1. Bokek Traveler mengatakan...:

    jalur sekaran-sumurjurang enak tu buat wuzz wuzzz... kqkqkq
    mampir ke salah satu blog saya ya... www.resep-masakanmudah.com

  1. sekar pembayun mengatakan...:

    haha. yep. tu juga bisa Om. tantangannya jg beda, berkelak-kelok, kdg jg saingan angkot, plus jalan yg ada bolongnya dikiiit...

    okok. ditunggu kunbal nya ya Om

Posting Komentar

sekar pembayun itu putri sulung

Foto saya
wonogiri, jawa tengah, Indonesia
https://www.facebook.com/hananims

Entri Populer

Pengikut